SYL, Mata Air Peradaban dari Sulsel

Standar

Tak ada yang dapat memungkiri Syahrul Yasin Limpo (SYL) adalah magnet bagi banyak orang di sekelilingnya untuk melejitkan kapasitasnya meraih prestasi. Jauh sebelum menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, SYL di banyak komunitas telah mampu menjadi energizer pendorong, kemajuan dan sumber inspirasi bagi kerja yang cerdas, arif dan sinergitas.

SYL telah lama menempa dirinya dalam banyak pengalaman kerja pemerintahan di lingkup pemerintahan kelurahan / desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi. Sebagai seorang pamong yang berangkat dari bawah, seorang SYL sangat piawai membahasakan pemikiran dan pengalaman, kepemimpinan dan kebijakannya, persentuhannya dengan rakyat serta kematangannya dalam berbagai organisasi.  Kesemuanya dicapainya karena SYL lahir sebagai sosok yang tidak pernah berhenti belajar. Apa saja dituliskan dan dipelajarinya hingga ia mampu tampil mandiri dengan trend pemikiran dan kebijakan yang mapan sebagai pemimpin.

Mata Air Peradaban. (foto dok. mfaridwm).

Menurutnya, Pemimpin yang baik haruslah mampu melahirkan peradaban sebagai upaya pewarisan yang intinya, life is legacy, upaya mewariskan sesuatu yang bermakna dalam hidup. Kepemimpinan haruslah melahirkan tata nilai yang lahir dari sikap Acca’ (cerdas), Malempu’ (lambusu’ ; jujur), Warani (berani), Assitinajang(kepatutan), Getteng (tegas / teguh pendirian), Masagena (mampu), Makaritutu(waspada) sebagaimana dijelaskan Prof Dr Ima Kusuma yang mengawalinya sebagai pengantar “Seven Wonders of The Local Leadership of South Sulawesi” (hal. xix – xxviii) dalam buku ini.

Buku “Mata Air Peradaban” ini merupakan jejak rekam empat tahun perjalanan pemerintahan Gubernur Sulsel Dr H Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH memimpin Propinsi Sulawesi Selatan sekaligus menjadi kado istimewa tersendiri di Hari Ultahnya yang ke – 57. (16 Maret 1955 – 16 Maret 2012). Betapa pentingnya merawat dan memajukan peradaban, maka di bawah kepemimpinannya diterbitkan satu regulasi tersendiri mengenai pelestarian arsip dan naskah lontaraq sebagai aset strategis dan warisan budaya masyarakat Sulawesi Selatan, yaitu Perda No. 3 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Kearsipan Propinsi.

Satu hal yang patut mendapatkan apresiasi lebih adalah kekukuhan SYL untuk memajukan Sulawesi Selatan memiliki prestasi di semua sektor. Maka jadilan Pemerintah Propinsi menggondol 105 Penghargaan Nasional di berbagai bidang hanya dalam masa empat tahun kepemimpinannya. Untuk memotivasi stafnya guna menghadirkan perilaku yang bermakna dan bermanfaat, SYL membuat slogan PAKSAKI yang dalam terminologi Makassar diartikan “paksa dia”. Slogan PAKSAKI merupakan akronim dari Planning, Attitude, Konsisten, Sensitif, Action, Knowledge, Inovation. Dengan tagline itu, SYL telah menularkan ke para stafnya sebuah kepemimpinan transformasional di lingkungan kerja SKPD masing – masing (hal.30).

Hebatnya buku “Mata Air Peradaban” ini sangat jelas memperlihatkan bagaimana sebuah buku ditulis keroyokan dimana tim penulisnya saling bersinergi satu sama lain. Pada Bagian I yang diberinya judul “Jejak Sang Penanda Sejarah” (hal.13), sosok SYL mendapatkan beragam komentar positif dan apa adanya, bukan hanya dari keluarga terdekatnya tetapi juga bagaimana bawahannya, pengusaha dan akademisi melihat kinerja dan kebijakannya dalam membangun serta memajukan Sulawesi Selatan.

Pergulatan SYL sebagai seorang ayah ditengah keluarga dan pemimpin ditengah rakyatnya dalam kesehariannya di rumah dan kebiasaannya dituliskan apa adanya oleh isterinya, “Syahrul Yasin Limpo di Mata Ayunsri Harahap (hal. 53).  Bapak Agak manja. Ia tak segan – segan mengadu kepada ibunya. Namun dibalik sikapnya itu, Syahrul adalah sosok ayah yang penyayang pada anak – anak dan keluarga, teliti, tegas dan disiplin. Menguraikan sfat – sifat khas seorang SYL seperti rajin berdo’a, merakyat, penyayang keluarga, kebiasaannya menstransfer ilmu dan pengalamannya di bidang hukum dan pemerintahan di meja makan kepada anak-anaknya, kebiasaannya minum kopi setengah gelas sebelum berangkat ke kantor, serta kesenangannya membaca dan menulis dimana saja berada”.

Sebagai seorang kawan dekat, tulisan dan komentar Agus Arifin Nu’mang (AAN), mantan Ketua DPRD Sulsel yang sekarang menjabat sebagai Wakil Gubernur tentu menarik untuk diikutinya. AAN mengaku sudah lama mengenal SYL. Menurutnya Kak Rul, “Tak Pernah Berjuang Setengah – setengah” (hal. 62). Begitu pula halnya dengan penuturan Azikin Solthan, mantan Bupati Bantaeng yang sekarang menjabat sebagai Kepala Inspektorat Sulsel di hal.68 menarik untuk disimak. Pada Bab “Meng-energizer Satuan Kerja” mengurai pengalaman persentuhan seorang Azikin Soltan bekerja dibawah kepemimpinan SYL, terkhusus di bidang pengawasan yang menjadi tanggung jawabnya. “Salah satu instruksi yang diberikan oleh Gubernur Sulsel  ketika saya dilantik sebagai Kepala Inspektorat, adalah inspektorat ini bekerja dengan baik untuk menghilangkan KKN di kegiatan pemerintahan”. (hal. 70).

Penilaian wartawan senior dan Humas UNHAS, M Dahlan Abubakar patut pula menjadi perhatian.  Menurutnya,  SYL sebagai “Pemimpin yang Cerdas” (hal. 73), sedang Soeprapto Budi Santoso, Kadis Pengelolaan Sumber Daya Air Pemprop Sulsel  menilai SYL dalam kancah politik dan pemerintahan sebagai pribadi yang “Bisa Menerima Lawan” (hal.77). Tulisan Agus Sumantri menarik untuk disimak sebagai pejabat yang setiap saat selalu ada didekat Gubernur SYL dalam kapasitasnya sebagai Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprop Sulsel. Menurutnya, manajemen PAKUI yang diterapkan SYL mampu Meraih Sukses (hal. 80). Konsep PAKUI merupakan pemikiran orisinal SYL sebagai kunci untuk meraih sukses. PAKUI (pray, attitude, komitmen, usaha dan imajinatif). Segala sesuatunya dimulai dengan do’a, kemudian bersikap, penuh komitmen, tetap berupaya dan berdasar pada imajinasi positif maka kita bakal leading.

“Konsep PAKUI sangat tepat untuk kultur masyarakat Sulsel, lebih khusus lagi bagi PNS karena sangat relevan denga etos kerja serta budaya sipakatau, sipakainga, sipappaccei, dan sipassiriki”, simpulnya.  Disisi lain, seorang Jufri Rahman, Kepala Badan Diklat Pemprop Sulsel, menuliskan kelebihan talenta SYL yang “Menghargai Strata dan Menghindari Ghibah” (hal. 85). Dalam pengamatannya, SYL menghindari pembicaraan yang sifatnya ghibah serta sangat menghargai strata bawahannya. Sementara Dr Adi Suryadi Culla (Staf Pengajar Ilmu Politik UNHAS) menulis sosok SYL sebagai “Tau Ganna” (hal. 90), yang dalam kultur Bugis Makassar dinilai pribadi yang lengkap.

Penulis berjabat tangan dengan SYL. (foto dok.Asdar Muis RMS).

SYL bukan hanya sebagai politisi dan pejabat yang disegani, tetapi juga penggemar sastra yang hangat ditengah komunitas pengagumnya serta sifatnya yang seringkali menjadi inspirasi dan motivasi bagi rakyatnya. Nampaknya terkait hal ini, penilaian seorang Pengamat Sastra dan Dosen UNM, Dr. Ahyar Anwar  mencatat “Syahrul Yasin Limpo dan Keabadian Puisi” (hal. 95) dan seniman, Bahar Merdhu  dalam “Syahrul itu Kopigaul”  (hal. 104) menarik untuk disimak.

Dalam bidang lain, Sawedi Muhammad (Mantan GM Provincial External Relations PT Inco Tbk)  dalam catatannya, “SYL dan Kontroversi CSR” (hal. 106), menuliskan SYL sebagai sosok yang  visioner dan mampu menunjukkan positioning yang elegan dalam situasi yang sangat kritikal sekalipun. Beliau mampu memahami kondisi obyektif setiap permasalahan yang dihadapi tanpa harus gegabah dalam mengambil keputusan. Sosok seperti inilah yang diharapkan dapat melakukan transformasi menyeluruh dalam menciptaka iklim pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan tetap menjaga keseimbangan relasi yang harmonis antara pemerintah, pelaku usaha / swasta dan masyarakat (civil society) secara keseluruhan.

Di tulisan lain, N. Ikawidjaja,  Komisaris Independen Bank Sulselbar mencatat “SYL-nomik : Petani dan Kesejahteraan” (hal.111). SYL menurut pengamatannya sangat memperhatikan bagaimana petani meningkatkan kehidupannya secara ekonomi dengan menghadirkan peran pemerintah sebagai  angel guard dalam mendorong mesin – mesin khususnya peran perbankan. (hal.116).

Selain komentar dari penulis denga beragam latar belakang, Tim Penulis buku “Mata Air Peradaban” yag diketuai Asdar Muis RMS ini juga mengurai beberapa pencapaian SYL di masa empat tahun kepemimpinannya. Pada Bagian II, “Gairah Kinerja Ekonomi” terdapat sepuluh pembahasan yang menjadi prioritas, yaitu pertumbuhan sektor perikanan, surplus beras, perkebunan, budidaya rumput laut, investasi dan kinerja perbankan yang kian membaik, inflasi sulsel yang lebih rendah, peningkatan sector pariwisata serta lahirnya Moko sebagai mobil produksi sulsel yang menjadi kebanggaan. (hal. 119 – 165).

Pada Bagian III mengurai tentang kepemimpinan SYL yang memberikan khusus terhadap Fisik. “Fisik Tak Terlupakan” (hal. 171) itu diantaranya Sultan Hasanuddin jadi Internastional Airport, Port Makassar baru, geliat peradaban di CPI, ketersediaan listrik, jalur selatan makin mulus, bandara baru di Mengkendek dan pembangunan Monorel yang diharapkan mengatasi kemacetan. (hal. 173 – 205).

Diakhir buku itu, diuraikan Bagian IV. Pengakuan Terbaik terhadap beberapa prestasi pemerintahan di masa kepemimpina SYL, yaitu diantaranya di bidang pendidikan gratis, pelayanan prima kesehatan, tunjangan pakasi kian naik, 105 penghargaan dan rekor MURI, predikat wajar tanpa pengecualian, pemerintahan terbaik, tersemat Bintang Mahaputera Utama, mengajak militer bertani. Di akhir masa empat tahun kepemimpinannya, SYL dikukuhkan sebagai Gubernurnya para gubernur saat terpilih sebagai Ketua APPSI (Asosiasi  Pemerintahan Propinsi Seluruh Indonesia).

Tak dapat disangkal, kehadiran buku “Mata Air Peradaban” patut mendapatkan pujian atas apresiasi kepemimpinan yang datang dari berbagai kalangan terhadap SYL di empat tahun masa kepemimpinannya, paling tidak uraian sebagaimana didapatkan dalam buku tersebut menjadi pelajaran berharga bagi generasi masa kini dan yang akan datang, tentang bagaimana sebuah pemerintahan dan kepemimpinan terbentuk dan dibentuk untuk melahirkan banyak manfaat bagi tumbuh kembangnya peradaban, Mata Air Peradaban yang mendorong tumbuhnya kesejahteraan dan kemajuan rakyat di segala bidang. (*)

Judul Buku : Mata Air Peradaban – Memoar Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo

Tim Penulis : Asdar Muis RMS, Andi Ahmad Saransi, Maxi Wolor, M. Irham, Fachruddin Palapa

Penerbit : Citra Pustaka bekerjasama dengan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sulsel

Cetakan : Pertama, Maret 2012

Jumlah Halaman : xxxii + 308 hal.

“Arsip adalah Mata Air Peradaban Bangsa”

(Syahrul Yasin Limpo, 25 Oktober 2011)

 

sumber : http://media.kompasiana.com/buku/2012/05/23/syl-mata-air-peradaban-dari-sulsel/

Tinggalkan komentar